Tandus dan panas, kesan sepertinya itulah yang didapat para pelancong, begitu mendengar nama Pulau Madura disebut. Madura memang sangat kental dengan gambaran masyarakat bertemperamen keras, karena memiliki budaya karapan sapi dan carok.
Namun terlepas dari anggapan itu, pada kenyataannya banyak orang yang sangat tertarik dengan budaya karapan sapi dan carok tersebut. Bahkan, hanya ingin mengetahui kebenaran budaya itu, banyak pelancong yang datang langsung ke Madura.
Jika dulu masih kerap didapati budaya carok, hal itu kini sulit dijumpai. Yang masih tetap bertahan adalah budaya karapan sapi yang hingga kini masih dilestarikan dengan berbagai event.
Budaya ini juga akhirnya menjadi andalan bagi Pulau Madura untuk mendatangkan para wisatawan untuk mengunjungi dan menikmati potensi pariwisata yang ada.
Sebanyak 24 pasangan sapi dari empat kabupaten yang ada di Pulau Garam Madura dipastikan akan mengikuti Festival karapan sapi se-Madura yang memperebutkan Piala Presiden akan digelar pada 24 Oktober 2010. Kegiatan rutin tahunan ini dikenal dengan sebutan Karapan Gubeng ini.
Sekretaris Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) IV Madura Tajul Arifin, festival karapan sapi akan digelar di Lapangan Stadion, Pamekasan.
Pasangan sapi yang akan mengikuti festival itu merupakan pasangan sapi pilihan dari empat kabupaten di Madura dan dinyatakan sebagai pemenang dalam lomba karapan sapi yang secara serentak telah digelar Minggu (9/10).
“Masing-masing kabupaten di Madura, mulai dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep akan mengirim enam pasang sapi karapan. Tiga pasang sapi karapan di bagian menang, sedangkan tiga pasang lainnya di bagian kalah,” kata Tajul Arifin.
Pengelompokan bagian menang dan bagian kalah dalam festival karapan sapi ini dilakukan sesuai dengan tradisi dan kebiasaan lomba karapan sapi di Madura.
Pasangan sapi yang kalah dilomba lagi dengan sesama yang pasangan sapi yang kalah juga dan akhirnya menjadi juara juga. “Itu sudah menjadi tradisi di Madura. Jadi ada juara bagian menang dan ada pula juara bagian kalah,” katanya menjelaskan.
Penyiksaan
Karapan sapi sebenarnya merupakan hasil kreasi budaya asli masyarakat Madura yang hingga kini masih lestari bahkan menjadi ikon budaya di Pulau Garam ini yang dikenal luas masyarakat nasional bahkan internasional.
Hanya saja, dalam perkembangannya banyak pihak yang menyayangkan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan karapan sapi ini.
Seperti adanya praktik penyiksaan pada pasangan sapi karapan saat berlomba di lapangan.
Membacok pantat sapi dengan paku dan mengoleskan cabai dan balsem ke kedua matanya agar larinya kencang, akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang biasa dilakukan.
“Keinginan saya dari awal memang berupaya menghapus praktik kekerasan dalam pelaksanaan lomba karapan sapi, dan ini tentu butuh dukungan dan komitmen dari semua pihak, termasuk media untuk terus menyuarakan agar praktik kekerasan itu dihentikan,” kata Kholilurrahman.
Bupati menyatakan, sebenarnya karapan sapi ini merupakan salah satu kekayaan budaya masyarakat yang ada di Pulau Madura, dan telah berlangsung sejak dulu secara turun temurun. (ant/hms)
Sumber : matanews.com
Dapatkan info lain mengenai biro perjalanan wisata & paket wisata murah serta info lainnya di ster1.karir.com/.
No comments:
Post a Comment