Majalah Globe Asia menobatkan Anthoni Salim, bos Grup Indofood sebagai taipan terkaya ketiga Indonesia. Dia berada di bawah posisi Budi Hartono (Grup Djarum) dan Eka Tjipta Widjaja (Grup Sinar Mas).
Menurut perhitungan majalah itu - yang didasarkan pada nilai kepemilikan saham baik yang listed atau non listed - Anthoni memiliki harta US$ 3 miliar atau sekitar Rp 27 triliun.
Anthoni adalah putra taipan Liem Sioe Liong, pengusaha yang dikenal dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim jatuh. Anthoni juga harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp 52,7 triliun.
Menurut perhitungan majalah itu - yang didasarkan pada nilai kepemilikan saham baik yang listed atau non listed - Anthoni memiliki harta US$ 3 miliar atau sekitar Rp 27 triliun.
Anthoni adalah putra taipan Liem Sioe Liong, pengusaha yang dikenal dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim jatuh. Anthoni juga harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp 52,7 triliun.
Namun, mesin uang "Indofood" tidak termasuk yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Hanya sebagian kecil saham Indofood yang diserahkan ke BPPN. Kendali tetap dipegang oleh Grup Salim, kendati saat itu Anthoni berada di balik layar.
Beberapa tahun pasca krisis, Grup Salim mulai unjuk gigi. Pada 2004, enam tahun setelah krisis, Anthoni kembali. Dia mengambilalih kembali tampuk kepemimpinan Indofood yang dipegang oleh Eva Riyanti Hutapea.
Beberapa tahun pasca krisis, Grup Salim mulai unjuk gigi. Pada 2004, enam tahun setelah krisis, Anthoni kembali. Dia mengambilalih kembali tampuk kepemimpinan Indofood yang dipegang oleh Eva Riyanti Hutapea.
Sejak saat itu hingga sekarang, Anthoni menjabat sebagai Presiden Direktur dan Kepala Eksekutif Korporat (CEO) Indofood sejak 2004. Selain itu, Anthoni juga menjabat sebagai Presdir dan CEO Grup Salim.
Kini Indofood terus tumbuh dan berkembang sebagai raja industri makanan di Indonesia. Bahkan, bisnis Indofood kian terintegrasi dan bergerak dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini bergerak di sektor agribisnis, industri tepung terigu, produk makanan hingga menguasai jalur distribusi.
Sejumlah produk konsumen bermerek made in Indofood sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Indonesia, seperti mie instan (Indomie, Supermi dan Sarimi), susu Indomilk, tepung terigu Bogasari (Segitiga Biru, Kunci Biru dan Cakra Kembar), minyak goreng (Bimoli) hingga mentega (Simas Palmia).
Di bawah komando Anthoni, pada tahun lalu, Indofood membukukan laba bersih Rp 2 triliun. "Kami senang, meskipun harga komoditas terus bergejolak, namun kami berhasil mencapai rekor laba bersih tertinggi," ujar Anthoni dalam laporan keuangan Indofood 2009 yang dipublikasikan baru-baru ini.
Menurut dia, Indofood berhasil melewati berbagai tantangan dalam kurun waktu lima tahun yang sulit ini. Bisnis model yang terdiri dari agribinis dan non-agribisnis, telah membuktikan ketangguhannya dalam dua tahun terakhir ini saat harga komoditas bergejolak.
Dia mengakui krisis ekonomi global 2008 memang mengakibatkan penurunan harga berbagai komoditas secara tajam dan menurunkan tingkat inflasi. Pendapatan divisi agribisnis Indofood juga terpengaruh. Nilai penjualan Bogasari juga menurun karena harga tepung turun.
Namun, dia menekankan turunnya harga komoditas justru berdampak positif bagi Produk Konsumen Bermerek. Permintaan atas produk konsumen bermerek meningkat seiring naiknya daya beli konsumen.
Untuk mengambil peluang yang ada dan mempertahankan kepemimpinan pasar, Indofood memilih memperkuat brand equity melalui investasi secara terus menerus di berbagai merek yang kami miliki. "Kami fokuskan program komunikasi menyeluruh untuk meningkatkan awareness konsumen guna menjaga loyalitas."
Di samping itu, dia mengaku meluncurkan berbagai produk baru yang inovatif dan sesuai kebutuhan pasar. Dua varian baru cup noodles yang diluncurkan pada 2009, kata dia, sangat sukses di pasaran.
Untuk menembus pasar di daerah pedesaan, Anthoni menyebutkan Indofood mengembangkan program “Raja Desa”. Tujuannya, untuk memperdalam penetrasi distribusi dan meningkatkan ketersediaan produk-produk di pedesaan.
Memasuki tahun 2010, Anthoni berkeyakinan kondisi perekonomian dalam negeri terus tumbuh dengan baik seiring dengan naiknya permintaan domestik dan inflasi yang terkendali. "Kami tetap optimis permintaan atas produk-produk kami akan terus kuat."
Bahkan, dia menekankan divisi agribisnis Indofood mulai memproduksi gula pada semester kedua tahun 2010. Dia memperkirakan permintaan gula domestik akan terus melebihi pasokan. "Ini peluang bagi kami untuk terus mengembangkan bisnis gula."
Kini Indofood terus tumbuh dan berkembang sebagai raja industri makanan di Indonesia. Bahkan, bisnis Indofood kian terintegrasi dan bergerak dari hulu hingga hilir. Perusahaan ini bergerak di sektor agribisnis, industri tepung terigu, produk makanan hingga menguasai jalur distribusi.
Sejumlah produk konsumen bermerek made in Indofood sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Indonesia, seperti mie instan (Indomie, Supermi dan Sarimi), susu Indomilk, tepung terigu Bogasari (Segitiga Biru, Kunci Biru dan Cakra Kembar), minyak goreng (Bimoli) hingga mentega (Simas Palmia).
Di bawah komando Anthoni, pada tahun lalu, Indofood membukukan laba bersih Rp 2 triliun. "Kami senang, meskipun harga komoditas terus bergejolak, namun kami berhasil mencapai rekor laba bersih tertinggi," ujar Anthoni dalam laporan keuangan Indofood 2009 yang dipublikasikan baru-baru ini.
Menurut dia, Indofood berhasil melewati berbagai tantangan dalam kurun waktu lima tahun yang sulit ini. Bisnis model yang terdiri dari agribinis dan non-agribisnis, telah membuktikan ketangguhannya dalam dua tahun terakhir ini saat harga komoditas bergejolak.
Dia mengakui krisis ekonomi global 2008 memang mengakibatkan penurunan harga berbagai komoditas secara tajam dan menurunkan tingkat inflasi. Pendapatan divisi agribisnis Indofood juga terpengaruh. Nilai penjualan Bogasari juga menurun karena harga tepung turun.
Namun, dia menekankan turunnya harga komoditas justru berdampak positif bagi Produk Konsumen Bermerek. Permintaan atas produk konsumen bermerek meningkat seiring naiknya daya beli konsumen.
Untuk mengambil peluang yang ada dan mempertahankan kepemimpinan pasar, Indofood memilih memperkuat brand equity melalui investasi secara terus menerus di berbagai merek yang kami miliki. "Kami fokuskan program komunikasi menyeluruh untuk meningkatkan awareness konsumen guna menjaga loyalitas."
Di samping itu, dia mengaku meluncurkan berbagai produk baru yang inovatif dan sesuai kebutuhan pasar. Dua varian baru cup noodles yang diluncurkan pada 2009, kata dia, sangat sukses di pasaran.
Untuk menembus pasar di daerah pedesaan, Anthoni menyebutkan Indofood mengembangkan program “Raja Desa”. Tujuannya, untuk memperdalam penetrasi distribusi dan meningkatkan ketersediaan produk-produk di pedesaan.
Memasuki tahun 2010, Anthoni berkeyakinan kondisi perekonomian dalam negeri terus tumbuh dengan baik seiring dengan naiknya permintaan domestik dan inflasi yang terkendali. "Kami tetap optimis permintaan atas produk-produk kami akan terus kuat."
Bahkan, dia menekankan divisi agribisnis Indofood mulai memproduksi gula pada semester kedua tahun 2010. Dia memperkirakan permintaan gula domestik akan terus melebihi pasokan. "Ini peluang bagi kami untuk terus mengembangkan bisnis gula."
Sumber : VIVAnews
No comments:
Post a Comment